Minggu, 29 Juni 2008

Debus on a bus

Siang itu, terasa lumayan menyengat. Kalo dirasakan bajuku sudah basah oleh keringatku. Seperti minggu-minggu yang lalu, aku harus membelah kota Jakarta untuk bertemu teman-teman liqoku. Apalagi setelah sebulan tidak bersua, rasanya kangen sekali dengan mereka. Berkali-kali kulirik jam tangan di pergelangan tangan kiriku. Belum terlambat bisikku dalam hati. Tapi terlambat juga gak papa sich sebenernya karena temen-temenku juga suka molor datangnya. Alis jam karet.

Tapi hari ini tidak seperti biasanya. Kalo biasanya dibis aku dihibur oleh artis jalanan alisan pengamen. Hari ini aku disuguhi oleh seniman jalanan. Lelaki tinggi, berkulit hitam, dengan celana jeans belel. Dengan sebuah tas kecil yang lusuh dipinggangnya. Salam pembuka diucapkannya. Kemudian dia mengambil kertas yang sudah kucel di tasnya. Dibuka lipatan kertas itu, kemudian dia membaca puisi yang tertulis di kertas tersebut. Tidak aneh buat aku, aku pernah melihat dan mendengar orang membaca puisi di atas bus. Tapi yang ini agak aneh, setelah membaca puisi dia mengeluarkan sebatang paku dan juga botol kaca minuman energi yang telah kosong. Persembahan berikutnya bukannya pembacaan puisi tapi dia memaku lubang hidungnya dengan paku dan dipukul-pukul dengan kaleng minuman tersebut. Sampai akhirnya paku itu bisa penancap dihidungnya tanpa harus dipegang. Aku tidak tahu apakah ini hanya tipuan belaka. Aku tidak peduli, karena aku juga tidak mau melihatnya. Aku saling berpandangan dengan mbak-mbak disebelahku. Sambil menampakkan wajah bingung dan miris.
" Kok aneh-aneh ya mbak orang ini"
" Iya nich "
" Saya cuman khawatir kalo di bus ini ada anak kecil yang melihat" kataku kepada mbak di sebelahku.

Manusia tertancap paku dach selesai, paku sudah dicabut dari hidup. Lega aku gak harus lihat adegan ini. Tapi ternyata belum selesai persembahannya. Kali ini dia makan silet. Masya Allah, ini debus kok sekarang jadi pindah di bis ya. Sekali lagi kekhawatiranku hanya jika diatas bis ini ada seorang anak kecil. Tidak seharusnya mereka melihat adegan seperti ini secara langsung, apalagi kalo si ibu atau bapak tidak menjelaskan agedan tersebut. Mataku mengelilingi bis, Alhamdulillah tidak ada anak kecil disini. Mataku kuarah keluar bis, karena jujur saja aku sama sekali tidak bisa melihat adegan tersebut, miris dan merinding. Duch, susah sekali mencari rejeki di kota jakarta raya ini, hingga aku harus melihat debus di atas bis kota ini.

Tidak ada komentar: