Minggu, 29 Juni 2008

Sempurna

Suatu ketika aku berbincang-bincang dengan seorang teman. Dia sangat menginginkan seseorang yang sempurna untuk dijadikan pendamping hidupnya. Berkali-kali dia menjalin hubungan tapi selalu gagal.
" Aku pernah bertemu dengan seorang laki-laki yang mapan , tapi sayang dia egois. Jadi aku putuskan saja hubunganku. Kemudian aku bertemu dengan laki-laki yang tampan, tapi sayang dia agak tulalit. Yah, males dech aku."
" Trus kamu menjalin hubungan dengan siapa lagi?"
" Aku kemudian bertemu dengan laki-laki yang tampan, mapan, pandai dan juga baik. Aku pikir inilah laki-laki sempurna idamanku."
" Kalian seharusnya menikah donk sekarang."
" Iya, tapi masalahnya dia juga mencari wanita yang sempurna idamannya."
Tidak ada kesempurnaan di dunia ini. Hanya Allahlah pemilik kesempurnaan itu. Namun mengapa kita masih manuntut kesempurnaan sedangkan kita jauh dari sempurna itu sendiri ?

Debus on a bus

Siang itu, terasa lumayan menyengat. Kalo dirasakan bajuku sudah basah oleh keringatku. Seperti minggu-minggu yang lalu, aku harus membelah kota Jakarta untuk bertemu teman-teman liqoku. Apalagi setelah sebulan tidak bersua, rasanya kangen sekali dengan mereka. Berkali-kali kulirik jam tangan di pergelangan tangan kiriku. Belum terlambat bisikku dalam hati. Tapi terlambat juga gak papa sich sebenernya karena temen-temenku juga suka molor datangnya. Alis jam karet.

Tapi hari ini tidak seperti biasanya. Kalo biasanya dibis aku dihibur oleh artis jalanan alisan pengamen. Hari ini aku disuguhi oleh seniman jalanan. Lelaki tinggi, berkulit hitam, dengan celana jeans belel. Dengan sebuah tas kecil yang lusuh dipinggangnya. Salam pembuka diucapkannya. Kemudian dia mengambil kertas yang sudah kucel di tasnya. Dibuka lipatan kertas itu, kemudian dia membaca puisi yang tertulis di kertas tersebut. Tidak aneh buat aku, aku pernah melihat dan mendengar orang membaca puisi di atas bus. Tapi yang ini agak aneh, setelah membaca puisi dia mengeluarkan sebatang paku dan juga botol kaca minuman energi yang telah kosong. Persembahan berikutnya bukannya pembacaan puisi tapi dia memaku lubang hidungnya dengan paku dan dipukul-pukul dengan kaleng minuman tersebut. Sampai akhirnya paku itu bisa penancap dihidungnya tanpa harus dipegang. Aku tidak tahu apakah ini hanya tipuan belaka. Aku tidak peduli, karena aku juga tidak mau melihatnya. Aku saling berpandangan dengan mbak-mbak disebelahku. Sambil menampakkan wajah bingung dan miris.
" Kok aneh-aneh ya mbak orang ini"
" Iya nich "
" Saya cuman khawatir kalo di bus ini ada anak kecil yang melihat" kataku kepada mbak di sebelahku.

Manusia tertancap paku dach selesai, paku sudah dicabut dari hidup. Lega aku gak harus lihat adegan ini. Tapi ternyata belum selesai persembahannya. Kali ini dia makan silet. Masya Allah, ini debus kok sekarang jadi pindah di bis ya. Sekali lagi kekhawatiranku hanya jika diatas bis ini ada seorang anak kecil. Tidak seharusnya mereka melihat adegan seperti ini secara langsung, apalagi kalo si ibu atau bapak tidak menjelaskan agedan tersebut. Mataku mengelilingi bis, Alhamdulillah tidak ada anak kecil disini. Mataku kuarah keluar bis, karena jujur saja aku sama sekali tidak bisa melihat adegan tersebut, miris dan merinding. Duch, susah sekali mencari rejeki di kota jakarta raya ini, hingga aku harus melihat debus di atas bis kota ini.

The Right Man in The Right Place

Aku tahu istilah ini ketika aku belajar Dasar-Dasar Managemet. Hal ini memang penting dalam dunia bisnis atau kerja. Menempatkan seseorang di tempat yang sesuai kemampuannya dan keahliannya memang suatu hal yang mutlak menurutku. Nabipun pernah bersabda, " Jika suatu hal dipegang oleh yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya."

Namun, dengan alih-alih effisiensi ataupun cost maupun karena kekerabatan maka suatu perusahaan bisa saja mengabaikan hal itu. Dan sangat disayangkan sekali menurutku. Memang sich semua org bisa belajar dan menjadi pengalaman jika setiap hari melakukannya. Tapi yang penting lagi menurutku dalam The Rightman in the rightplace adalah apakah orang tersebut benar-benar mencintai pekerjaannya.

Hutangku pada Mbak Asma

Deadlineku telah habis, kesempatanku sudah hilang. Tulisanku terbengkalai. Masih dapat setengah cerita. Alur cerita dan ide ceritanya aku ganti 100 %. Aduh, maafkan aku mbak Asma. Sekalipun mbak Asma tidak pernah meminta atau menagih tapi aku tetep masih punya hutang pada mbak Asma. Suatu hari pasti aku selesaikan mbak. Aku janji.

Ternyata menulis bukan pekerjaan mudah apalagi kalo kita benar-benar kehilangan ide cerita. Buntu bener. Tapi kadang ketika ide itu ada, bisa langsung mengalir seperti air. Atau ketika ide itu ada tiba-tiba gak tahu harus memulai dari mana. Inilah problem penulis amatiran seperti diriku.

Kakakku Sayang

Kata " Tidak " itu mungkin kata-kata yang agak susah aku katakan. Apalagi jika yang meminta adalah kakak perempuanku. Hari sabtu yang aku tunggu, karena aku ingin menyelesaikan tulisan-tulisanku dan ingin menyendiri di kamarku. Namun telpon dari kakakku yang selalu berdering membuatku harus merubah semua scheduleku.
" Kayaknya aku gak bisa ke Ciputat dech"
" Terserah kamu dech, terserah kamu"
Waduh, pake kata-kata terserah kamu lagi. Gawat, gumanku dalam hati.
Pergi..gak...pergi...gak...Kenapa ya gue males banget. Tapi kayaknya dari nada kakakku dia pengen banget gue datang ke rumahnya.

Akhirnya aku harus melangkahkan kakiku keluar kamarku. Sekalipun panas menyengat dan mataku yang pedas karena kantuk. Untuk sebuah silaturrahmi, oke lah. Bismillah, aku coba memulai dan membuang rasa malasku. Naik busway ajah lah, biar agak adem, biar ajah muter-muter kota. Ponselku berdering lagi. Kakakku lagi, again. Walah gak sabaran juga nich orang.
" Lagi dimana?"
" Di Busway, mau ke ciputat."
" Oke dech, ati-ati dech"
Tadi ajah terserah sekarang pake oke...oke...gumanku dalam hati. Tapi bagaimanapun aku senang karena mendengar suara kakakku yang berubah menjadi ceria. Gak jutek lagi kayak sebelumnya.

Magrib baru gue sampai di Ciputat. Senyum mengembang menyambutku. Setelah sholat magrib dan makan malam, langsung dech gue disuruh pasang telingga karena kakakku langsung cerita panjang lebar tentang aktivitasnya dan juga tumpahan curhatnya minggu ini.
" Ntar pagi, aku mau pergi berdua. Kamu ama anak-anak dirumah ya?"
Yah, jadi the nanny dech.

Kakakku sayang, yang kadang-kadang malang juga. Hehehehe sabar ya kakak......

Selasa, 24 Juni 2008

Menunggu sebuah masa

Apa jadinya jika kita sudah berbenturan dengan prinsip hidup yang kita anut, hakekat hidup yang kita yakini, dan hasrat hati yang ingin kita jalani. Pasti yang hadir adalah perasaan resah, gelisah, tidak ada ketenangan dan pada akhirnya hanya akan membawa perasaan yang sangat menyiksa. Dan pastinya dalam menjalaninya aku tidak bisa ikhlas.

Mungkin ini yang sedang berkecambuk dalam jiwaku. Perasaan bahwa aku telah jauh melangkah dan aku merasa ini tidak sesuai dengan prinsip hidup yang ingin aku genggam dan hakekat hidup diriku yang aku tahu. Dan kalo aku sekarang masih disini satu-satunya alasanku adalah aku sedang menunggu masa. Masa yang suatu hari nanti akan membawaku pergi untuk menjalani hakekat hidupku yang sejati, menjadi seseorang yang terjaga dan menjadi seseorang yang terlindungi.Kapan waktu itu akan datang? Wallahu'alam.

Haruskah Aku yang Memulainya

“ Rena, cobalah kamu yang memulainya dulu, kamu telpon ajah dia dulu baik-baik”
“ Ibu, aku harus bilang apa? Aku malu Bu. Masak wanita dulu yang memulainya”
“ Lha,kamukan gak apa2 cuman telpon bilang apa kabar. Tidak melakukan yang tidak seharusnya”
“ Sekalipun demikian, Rena tetap saja malu Bu.”
“ Rena, sekarang ini jaman sudah maju tidak seperti jaman dulu. Wanita sekarang pintar-pintar, berani. Mengungkapkan cinta wanita terlebih dahulu untuk jaman ini saja sah-sah saja. Ibumu yang sudah generasi tua saja tahu dan bisa memahami. Kamu yang anak kemaren sore kok malah malu.Gimana sich kamu”

Seandainya yang sedang berbicara bukan ibuku sendiri, wanita yang melahirkanku dan membesarkanku pasti saat ini aku sudah menentangnya habis-habisan. Tapi yang dihadapanku adalah ibuku. Wanita yang sangat aku hormati. Sejak sebulan yang lalu memang aku sedang dekat dengan seorang laki-laki. Laki-laki itu adalah Sandi. Sandi adalah sepupu dari teman kerjaku Ratri. Dan orang paling berbahagia atas hubunganku ini adalah ibuku. Bagaimana tidak, jika melihat anak perempuannya yang umurnya telah mendekati kepala 3 ini mulai dekat dengan laki-laki. Dengan harapan inilah jodohnya.

“ Kamu cari yang seperti apa sich Rena? Ibu pikir Sandi cocok untukmu. Gak usah ditunda-tunda lagi”
“ Ibu, siapa yang menunda. Tapi kalo Sandi belum memberi sinyal atau memberi kepastian Rena harus bagaimana bu? Apakah Rena harus menyatakan terlebih dahulu perasaan Rena?”
“ Kalo perlu”
“ Ibu ini kok sepertinya buru-buru sekali sich bu?”
“ Rena. Ibu ini sudah tua. Ibu ingin melihat kamu menikah. Ibu ingin melihat kamu bahagia, Ibu mau menimang cucu sebelum ibu mati”
“ Ibu, kok bilang begitu sich”

Hujan diluar belum reda, langit masih mendung. Rena duduk didekat jendela, diamatinya air yang jatuh ke bumi. Jendela sedikit dibuka olehnya, agar dia bisa mencium harumnya air hujan dan juga harumnya tanah yang basah. Sejak kecil Rena memang suka sekali dengan hujan. Bahkan waktu kecil dia paling hoby hujan-hujannya di taman belakang. Hanya saja jika ketahuan oleh ayahnya pasti dia akan mendapatkan marah dari ayahnya. Hari ini dia melihat hujan dengan seksama, sesekali dia pejamkan matanya, dihirup dalam-dalam aroma yang ada. Matanya menatap air yang turun tapi penuh sarat. Karena ada yang dipikirkannya.

Benarkan aku harus yang memulainya? Aku malu. Mungkin aku wanita kolot yang tidak tahu perkembangan jaman. Memang wanita saat ini dituntut lebih pandai, gesit, tanggap. Tapi bagaimana dengan hal ini. Apakah sama? Aku benar-benar malu sebagai wanita aku harus mengungkapkan perasaanku pada Sandi. Sementara Sandi selama ini hanya bersikap biasa saja tanpa ada perhatian khusus padaku. Aku memang menyukai Sandi. Tapi bagaimana ini ya Allah? Sandi memang laki-laki yang baik. Awal perkenalan kami, Ratri telah banyak bercerita tentang Sandi, dari cerita Ratri saja aku sudah mulai menyukainya. Dan setelah bertemu aku tambah menyukainya. Tapi bagaimana ya Allah, aku tak tahu dimana aku harus memulainya. Aku sangat menginginkan hubungan ini, mengingat waktu yang terus mengerogoti usiaku. Aku sangat ingin berumah tangga. Sementara Ratri tidak bisa membantu banyak. Dia bilang dia hanya sebatas mengenalkan saja. Karena dia ingin jika terjadi sesuatu dikemudian hari dia disalahkan. Tapi disisi lain Sandi belum ada pembicara yang serius apakah dia memang menyukai aku atau tidak. Apakah aku yang harus memulainya? Aku sangat malu. Sebagai seorang muslimah aku sangat malu. Aku tidak peduli dikatakan ketinggalan jaman. Bukankah malu adalah sebagian dari iman. Lagipula bagaimana pandangan Sandi sendiri terhadapku? Bagaimana jika dia ternyata tidak suka dengan wanita yang agresif. Ya Allah tolong aku. Aku tidak ingin mempertaruhkan harga diriku ini.

Hujan mulai reda, air dari langit perlahan-lahan berhenti. Tapi air yang keluar dari mata Rena semakin deras. Diantara bingung karena ingin membahagiakan orang tuanya tapi dia tak tahu harus berbuat apa.

Sabtu, 21 Juni 2008

Plesiran Tempoe Doeloe

Minggu, 15 Juni 2008. Pagi-pagi, aku telah siap untuk meluncur ke arah Jakarta Kota. Meskipun pagi ini diguyur oleh gerimis dan langit diselimuti mendung. Tapi semua itu tidak menyurutkan semangatku untuk tetap keluar dari pintu rumahku. Sempet terpikir juga, apakah acara ini gagal atau tetep jalan ya?. Untung sekali kakakku yang baik hati mau meluangkan waktunya untuk mengantarkanku dengan mobil sampai ke halte Selapa. Rupanya dia tak tega membiarkan adeknya ini kehujanan.

Halte Selapa sudah ramai dengan orang yang menunggu transportasi public yang paling populer di Jakarta ini yaitu apalagi kalo bukan bis. Tapi aku tidak bisa langsung naik bis karena aku harus menunggu salah seorang temanku yang akan bersamaku mengikuti acara ini. Lumayan lama, akhirnya dia datang juga. Dan meluncurlah kami, kami naik bis bianglala 76 dan akhirnya turun di ratu Plaza dan disambung naik Busway hingga kota.

Di Busway, dingin AC ditambah dinginnya pagi ini. Sambil berharap-harap cemas, apakah acaranya tetep diadakan atau batal atau jangan-jangan gak ada yang datang ya. Ah sudah lah. Sesampainya di Museum Mandiri, lebih terkejut lagi. Lho sepeda onthelnya mana? Karena di event ini kita akan keliling kota tua naik sepeda. Lha kok? Tapi oke lah kita lihat saja nanti. Tapi setelah masuk museum mandiri wow....ternyata sudah rame dan mematahkan semua keraguanku.

Acara dimulai dengan registrasi dan kemudian kami menutuskan untuk keliling museum mandiri sebentar. Hmmm gerimis masih mengguyur Jakarta Kota, terpaksa akhirnya panitia merubah jadwal acara hari ini. Kita dikumpulkan di ruang serba guna Museum Mandiri untuk acara pembukaan dan juga mendengarkan kisah tembok tua Jakarta. Pada jaman dulu, pada saat Belanda menduduki kota Batavia yang sekarang bernama Jakarta, mereka membangun benteng atau tembok kota di sekitar kastil mereka untuk menghindari atau melindungi diri tentara cirebon, banten Mataram dan lainnya.

Setelah gerimis mulai reda, akhirnya kami mulai perjalanan kami dengan sepeda onthel menuju museum bahari. Baru kali ini aku ke museum bahari, yang letaknya berada di tengah Pasar Ikan. Tragis sekali kondisi Museum Bahari ini menurutku. Jaman dahulu tempat ini adalah gudang senjata Belanda. Tidak banyak yang bisa aku lihat di Museum ini hanyalah bangunan tua yang tersisa.Bangunan tua di museum Bahari ini sebenernya cantik. Daun pintu dan jendelanya, rangkanya penyanggah gedung yang berwarna coklat dari kayu. sangat eksotik menurutku.

Di Museum bahari, kami mendengar informasi dan cerita tentang VOC. VOC datang ke Indonesia sebenernya awalnya hanyalah untuk "REMPAH-REMPAH" di Eropa rempah-rempah merupakan barang yang paling mahal. Para awak kapalnya berani menempuh perjalanan panjang dengan kemungkinan hidup cuman 50 % hanya karena itu segenggam rempah-rempah. Dan bangsa kita kaya akan rempah-rempah itu. Akhirnya VOC mendirikan kantor di Batavia ini. Batavia menurut informasi Meneer Nico Van Horn, adalah nama sebuah bangsa yang disebut batave yaitu bangsa di eropa yang terkenal sombong dan Belanda merasa seperti layaknya bangsa itu. Selain itu juga diceritakan dimana letak pertempuran-pertempuran Belanda melawan Mataram yang saat itu dipimpin oleh Sultan Agung. Adakah yang tahu Sultan Agung sebenernya, mungkin dia adalah seorang pahlawan nasional. Tapi tahukah jika untuk berperang dengan Belanda dan menguasai nusantara ini dia membunuh ratusan ribu tentaranya yang kalah perang?

Kastil Tuan dan Nyonyah VOC
Di Kawasan yang dilindungi oleh benteng kota ada sebuah kastil tempat tuan dan nyonyah VOC berhuni. Tapi dalam pembangunan kastil ini mereka tidak mempedulikan kondisi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat jelas dari bentuk bangunannya. Belum lagi cara busana tuan and nyonyah yang masih berbusana ala eropa ( hmmm apa gak gerah ya, di Batavia gitu loh, pake baju tumpuk-tumpuk ). Menurut mereka, cara busana bangsa kita saat itu adalah cara busana orang yang biadab. ( hmmmm siapa yang biadab ya sebenernya). Hal ini juga lah yang membuat mereka sering sakit. Dan diketahui JP Coen sakit karena terkena mutaber, karena sistem pembuangan ditutup oleh prajurit Mataram.

Plesiran Tempoe Doeloe diakhiri di Museum Mandiri, dengan makan siang. Yammy, enaknya makan di waktu lapar. Apalagi kalo lihat temanku makan dengan lahapnya, sangkin lahapnya, sampek kurang dan akhirnya jatahku dilahap juga. Hehehehehe.

Jumat, 20 Juni 2008

Aku ini manusia

Aku bukan sampah,
Aku bukan juga virus,
ataupun penyakit.

Kalo aku jadi seperti ini...ini bukan mauku
kalo aku jadi begini, ini juga bukan keinginanku

Tapi kamu melihatku dengan memicingkan mata,
seakan jijik,
atau mau muntah,
lalu pergi berlari seperti meninggalkan bangkai busuk.

Aku ini manusia,
punya hati,
punya rasa.

Minggu, 01 Juni 2008

Toer naar de kampung Bandan en Antjol met Onthel


Hari ini 1 Juni 2008, aku mengikuti event Jelajah Komunitas Budaya ( KJB ). Sebuah event yang lama kunanti-nanti sejak lama. Akhirnya aku bisa ikut juga. Oke aku akan mencoba sharing pengalamanku hari bersama teman-teman pembaca.

Pagi jam 07.30 kita berkumpul di Museum Mandiri ( sebenernya ngaret sich gak jam 07.30 teng ). Kami harus registrasi ulang di banking Hall Museum Mandiri. Kami memdapat kelompok Tarumanegara. Sambil menunggu kelompok kami berangkat, kami menikmati welcome drink dan roti buaya sambil menonton film tempo doeloe. Di film itu terlihat bagaimana kesibukan orang-orang tempoe doeloe disekitar stasiun kota. Wiiii kayaknya asyik tuch. Belum sesemrawut sekarang.
Giliran kelompok Tarumanegara berangkat. Semua peserta naik ke ojek sepeda masing-masing. Let's go! dari museum mandiri kita berbelok ke kanan melewati Jl. Bank. Tampak sekali disana bangunan-bangunan tua. Sepeda terus meluncur ke kampung bandan. Sekarang kita menuju Stasiun Gudang. Sampai sekarangpun sepertinya jadi Gudang kalo melihat banyaknya kontainer yang nongkrong di sana. Stasiun Gudang ini dahulu adalah pusat perniagaan di Sunda Kelapa. Ada sedikit cerita tentang sunda kelapa ini. Sunda kelapa nama ini karena memang daerah ini termasuk daerah kerajaan Sunda. Kerajaan Sunda pernah menjalin hubungan dengan kerajaan portugis. Perjanjian ini menjadi perjanjian international pertama di Indonesia. Kerajaan Sunda menjalin hubungan dengan Kerajaan Portugis itu karena Sunda melihat kemajuan dan perkembangan kerajaan Demak. Tidak hanya di perdagangan tapi juga agama Islam yang disebarkan oleh kerajaan Demak semakin luas. Untuk menghindari agama Islam masuk ke kerajaan Sunda inilah maka dijalin kerjasama dengan portugis.

Panas yang menyengat, gersangnya gudang dan debu yang berhamburan masih membuat kami semangat. Perjalanan masih di kampung Bandan. Kali ini kita menuju makam keramat Kampung bandan. Makam ini adalah makam-makam orang arab yang membantu pembebasan perbudakan di kampung bandan. Ternyata bangsa kita pernah menjadi budak-budak bangsa asing. Di belakang makam ini terdapat masjid kampung bandan, yang saat inipun masih kokoh berdiri.



Perjalanan masih jauh, peluh pengucur membasahi tubuh. Selama perjalanan aku coba ngobrol dengan tukang ojek sepedaku. Akhirnya kami masuk kawasan Ancol. Tahu donk bagaimana panasnya Ancol. Wuihhh. Masuk di Jalan Pasir Putih Ancol, mata kita disuguhi rumah mewah. Kami cuman bisa cekkk, cekkkk. Dalam hati ini rumah siapa ya? yang punya kerja apa?

Akhirnya kami sampai pada next destination yaitu Benteng Ancol. Benteng Ancol ini bersebelahan dengan tempat rekreasi Ancol. Kalo kita sekilah melewati benteng Ancol ini mungkin kita tidak akan mengetahui kalo terdapat benteng Ancol yang termasuk dari sejarah Indonesia. Benteng ini memang tidak seperti benteng yang pernah lihat, bahkan yang aku bayangkan adalah bentengnya besar, kokoh, dan seram. Ternyata benteng Ancol ini kecil, mirip bangker tapi kecil dan terdapat lubang-lubang didepan bangunan. Pada umumnya benteng dibangun sebagai bangunan pertahanan. Tapi bagaimana dengan benteng Ancol. Menurut guidenya memang belum ada penelitian lanjutan tentang benteng ancol ini.

Perjalanan berlanjut ke klenteng Ancol. Klenteng ini salah satu yang tertua di batavia selain klenteng Jin de Yuan Glodok. Di belakang klenteng ini terdapat Makam Mbah Said Areli dato Kembang yang dikeramatkan. Di makam ini kita bisa mencoba peruntungan kita dengan menggunakan sebatang bambu. Awalnya rotan diukur sepanjang kedua tangan yang dilencangkan dan diukur panjangnya yang ditandai oleh sebuah tali. Kemudian rotan itu diasapi dan diukur kembali dengan tangan kita. Konon tanda itu bisa berubah sesuai dengan nasib kita. Wallahu'alam.

Next destination adalah taman fatahillah. Taman Fatahillah pada masa lalu digunakan sebagai alun-alun kota Batavia. Selain digunakan sebagai perayaan jika Ratu belanda ulangtahun juga digunakan sebagai tempat pemacungan atau hukum gantung. Disekitar taman fatahillah terdapat gedung tua peninggalan kolonialisme Belanda seperti Museum Sejarah jakarta, Kantor Pos, Batavia cafe, Museum Wayang, Museum keramik dan seni rupa. Di Museum Sejarah Jakarta terdapat penjara air. Pangerang Diponegoro dan Untung Suropati pernah menempati penjara tersebut. Dari taman fatahillah kita berjalan kaki menuju Museum Mandiri di pedestrian taman fatahillah. Disini juga masih kental sekali dengan bangunan-bangunan tua yang eksotik.
Selesailah rangkain perjalananku hari ini ditutup dengan makan siang dan atraksi barongsai. Wuihhh hari yang melelahkan namun sarat dengan sejarah masa lalu.