Selasa, 19 Agustus 2008

Karena Allah Sayang Aku

Mata yang bengkak karena airmata membuat aku memejamkan matanya sejenak sebelum aku beranjak dari tempat tidur. Badanku lemah, lemas, panas.
“ Sayang, Kalo memang masih sakit jangan dipaksakan untuk turun dari tempat tidur”. Kata ibunya yang tiba-tiba bangun-bangun dari sofa.
“ Gak papa kok bu, saya mau ke kamar mandi.”
Dituntun tangan kiriku oleh Ibunya, sedangkan tangan kananku harus memegang botol infuse yang jarumnya yg masih menusuk pergelangan tanganku. Butuh cukup waktu di kamar mandi karena sangatlah susah harus membuang hajat dengan kondisi seperti itu. Setelah dari kamar mandi aku kembali ke tempat tidurnya. Sudah dua hari ini harus istirahat di Rumah Sakit Kariadi Semarang Ruang Cenderawasi kelas 1, karena ternyata aku kena demam berdarah. Penyakit yang sangat aku benci, karena penyakit inilah yang telah merenggut nyawa suamiku dan kini akupun sedang sekarat berjuang untuk lepas dari penyakit ini. Kubaringkan tubuh kurusku dikasur. Pergelangan tanganku mulai pegang karena jarum infuse dan mungkin karena aku sering gerak, aku lihat darah diujung jarum. Sakit..sakit..sakit..tidak hanya pergelangan tanganku saat ini tapi hati ini, seperti harus menahan batu besar dan rasanya aku berteriak. Airmataku menetes lagi, kuusap dengan tangan kiri.
“ Sudahlah sayang, jangan menagis terus. Direlakan saja. Kamu tahu kalo kamu menangis akan menghambat perjalanannya. “
Tapi apakah aku tidak boleh menangis sedih karena kematian suamiku, haruskan kutahan ini semua, sementara dadaku mulai sakit menahan sesaknya dorongan dari dalam hatiku yang seakan ingin mengedor pintu kepiluanku.
“ Istighfar, sayang. Istighfar!”
Tangisku mulai meledak, kurangkul erat tubuh ibuku. Tidak henti-hentinya ibuku mengucapkan Istighfar, untuk mengingatkanku.
“ Astagfirullahal adzin, astagfirullahaladzin….”
Tapi bibirku begitu kelu untuk mengucapkannya, hingga akhirnya Ayahku mendengar jeritan tangisku masuk ke dalam kamarku.
“ Istighfar !!! tidak sepantasnya seorang Muslim yang kehilangan sesuatu harus menangis dan berteriak seperti itu. “ Suara kerasnya membuat aku menurunkan suara jeritanku.
“ Kamu masih punya iman kan? Istigfar kamu!
Kemarahan Ayahku meledak. Tangisku mereda dan kucoba mengucapkan Istigfar.

Seribu pertanyaan hadir didalam benakku, mengapa harus aku yang mengalami, mengapa hal ini terjadi padaku, mengapa suamiku harus pergi di hari kebahagian kami, mengapa….mengapa….mengapa…..? Airmataku menetes lagi sekalipun masih bisa aku tahan. Astagfirullah….astagfirullah….astagfirullah dan dari ribuan pertanyaan ku ini hanya satu jawabannya yaitu Karena Allah Sayang Aku

Tidak ada komentar: